sekilas.co – Secara sederhana, style dalam penulisan dan komunikasi adalah cara khas seseorang menyampaikan pesan. Dalam konteks penulisan, style mencakup pilihan kata, struktur kalimat, nada, dan ritme tulisan. Sementara dalam komunikasi lisan, gaya dapat terlihat dari intonasi suara, ekspresi wajah, bahasa tubuh, serta cara menyusun kalimat saat berbicara. Gaya ini membentuk identitas unik yang membuat seseorang berbeda dari yang lain. Misalnya, gaya penulisan jurnalis yang lugas tentu berbeda dengan gaya penulis sastra yang puitis, begitu pula gaya berbicara seorang dosen berbeda dengan seorang pembawa acara televisi.
Selain itu, style bukan hanya soal estetika, tapi juga tentang efektivitas penyampaian pesan. Dua orang bisa mengatakan hal yang sama, namun gaya yang digunakan bisa membuat satu pesan terasa membosankan sementara yang lain terasa memikat. Oleh karena itu, memahami gaya penulisan dan komunikasi bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga seni dalam membangun koneksi dengan audiens.
Dalam dunia penulisan profesional, dikenal beberapa gaya utama yang memiliki karakteristik berbeda. Pertama, expository style digunakan untuk menjelaskan atau memberikan informasi, seperti pada artikel ilmiah atau panduan. Kedua, persuasive style bertujuan untuk membujuk atau memengaruhi pembaca agar menyetujui suatu pandangan. Ketiga, descriptive style menggambarkan suatu objek, tempat, atau suasana dengan detail untuk membangkitkan imajinasi pembaca. Keempat, narrative style digunakan dalam penulisan cerita yang memiliki alur dan karakter.
Setiap gaya penulisan ini memiliki fungsi dan konteks tersendiri. Seorang penulis profesional biasanya mampu mengombinasikan beberapa gaya sekaligus sesuai kebutuhan. Misalnya, dalam penulisan konten marketing, gaya yang digunakan sering kali merupakan perpaduan antara persuasive dan descriptive, karena tujuannya adalah menarik perhatian sekaligus membangkitkan minat pembaca terhadap suatu produk atau ide. Gaya penulisan yang efektif adalah yang mampu menyampaikan pesan dengan jelas, namun tetap terasa alami dan sesuai dengan karakter penulisnya.
Jika dalam penulisan style berhubungan dengan kata dan struktur kalimat, maka dalam komunikasi lisan gaya mencakup aspek verbal dan nonverbal. Gaya komunikasi adalah cara seseorang berbicara, mendengarkan, bereaksi, dan berinteraksi dengan orang lain. Ada gaya komunikasi yang asertif, di mana seseorang mampu menyampaikan pendapat secara tegas namun tetap menghormati orang lain. Ada juga gaya pasif, agresif, dan pasif-agresif, yang masing-masing memiliki implikasi berbeda terhadap efektivitas pesan.
Menemukan gaya komunikasi yang tepat berarti memahami konteks, audiens, dan tujuan berbicara. Dalam komunikasi profesional misalnya, gaya yang sopan, jelas, dan berfokus pada solusi akan lebih dihargai dibandingkan gaya yang terlalu emosional. Sementara dalam komunikasi interpersonal yang lebih santai, gaya yang hangat dan ekspresif bisa memperkuat hubungan personal. Gaya komunikasi yang baik selalu menyeimbangkan antara empati dan ketegasan.
Salah satu aspek penting dari style dalam penulisan dan komunikasi adalah konsistensi. Konsistensi gaya menciptakan identitas yang mudah dikenali, baik oleh pembaca maupun pendengar. Dalam dunia digital, hal ini menjadi sangat penting terutama bagi content creator, brand, jurnalis, maupun influencer. Misalnya, jika seseorang dikenal dengan gaya menulis yang inspiratif dan positif, perubahan mendadak ke gaya yang sinis atau sarkastik bisa membingungkan audiens dan menurunkan kredibilitasnya.
Dalam komunikasi merek (brand communication), gaya yang konsisten membantu membangun kepercayaan dan citra. Sebuah brand yang memiliki gaya komunikasi lembut dan empatik akan menarik audiens yang menghargai ketenangan, sedangkan brand dengan gaya yang energik dan humoris cenderung menarik anak muda yang dinamis. Oleh karena itu, gaya bukan hanya soal estetika bahasa, tetapi juga strategi untuk menjaga integritas dan hubungan jangka panjang dengan audiens.
Di era digital, gaya penulisan tidak bisa dipisahkan dari prinsip SEO (Search Engine Optimization). Artikel yang menarik harus mampu menyeimbangkan antara gaya personal dan kebutuhan algoritma mesin pencari. Penulis konten profesional harus tahu bagaimana menggabungkan kata kunci secara natural tanpa mengorbankan kualitas tulisan. Misalnya, dalam artikel edukatif seperti ini, penggunaan kata “style dalam penulisan dan komunikasi” secara konsisten membantu meningkatkan peringkat di hasil pencarian Google, tetapi tetap harus terasa mengalir dan tidak dipaksakan.
Selain itu, gaya penulisan digital harus memperhatikan pengalaman pembaca. Struktur paragraf pendek, penggunaan subjudul, dan kalimat aktif membuat tulisan lebih mudah dibaca di layar ponsel. Dalam konteks komunikasi digital seperti media sosial, gaya yang ringan, interaktif, dan personal sering kali lebih efektif menarik perhatian dibandingkan bahasa yang terlalu formal. Gaya digital menuntut penulis untuk adaptif tanpa kehilangan karakter aslinya.
Setiap orang memiliki potensi untuk mengembangkan gaya komunikasi yang kuat dan autentik. Untuk mencapainya, langkah pertama adalah mengenali diri sendiri nilai apa yang ingin disampaikan, bagaimana cara berbicara yang terasa alami, dan jenis audiens seperti apa yang ingin dijangkau. Setelah itu, penting untuk melatih kemampuan mendengarkan dan empati, karena komunikasi bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga memahami lawan bicara.
Dalam penulisan profesional, membangun gaya pribadi berarti menggabungkan teknik bahasa yang baik dengan keunikan karakter penulis. Seorang penulis bisa terkenal bukan hanya karena topik yang dibahas, tapi karena suara khas dalam tulisannya. Dalam komunikasi verbal, gaya berbicara yang jujur, hangat, dan percaya diri akan meninggalkan kesan mendalam. Kuncinya adalah autentisitas gaya yang dibuat-buat justru akan terasa kaku dan tidak tulus.
Gaya komunikasi yang efektif bukan berarti satu gaya untuk semua situasi. Justru kemampuan untuk beradaptasi menunjukkan kecerdasan komunikasi seseorang. Dalam dunia kerja, misalnya, gaya berbicara di hadapan rekan sejawat tentu berbeda dengan saat mempresentasikan ide di depan klien atau menulis laporan untuk atasan. Begitu pula dengan penulisan konten: gaya storytelling cocok untuk media sosial, sedangkan gaya informatif lebih tepat untuk artikel edukatif.
Adaptasi gaya juga berlaku lintas budaya. Dalam konteks internasional, gaya komunikasi harus memperhatikan norma sosial dan etika lokal. Misalnya, gaya yang terlalu langsung mungkin dianggap tidak sopan di beberapa negara Asia, sementara gaya yang terlalu bertele-tele bisa dianggap tidak efisien di budaya Barat. Menyesuaikan gaya bukan berarti kehilangan identitas, tetapi menunjukkan fleksibilitas dan penghargaan terhadap keberagaman audiens.
Style dalam penulisan dan komunikasi bukan sekadar pilihan kata atau nada bicara, melainkan cerminan identitas seseorang. Gaya yang kuat dan konsisten mampu membangun kredibilitas, memperkuat pesan, dan menciptakan koneksi emosional dengan audiens. Di era digital yang penuh kebisingan informasi, gaya menjadi pembeda yang membuat pesanmu terdengar lebih jelas dan berkesan.
Baik dalam tulisan, percakapan profesional, maupun interaksi sehari-hari, style adalah seni memadukan logika, empati, dan keaslian. Dengan menguasai gaya komunikasi yang tepat, seseorang tidak hanya mampu berbicara atau menulis dengan baik, tetapi juga mampu mempengaruhi, menginspirasi, dan membangun hubungan yang bermakna. Pada akhirnya, gaya bukan tentang meniru orang lain melainkan menemukan cara terbaik untuk menjadi dirimu sendiri, dan menyampaikannya dengan keanggunan serta kejelasan yang memikat.





