Style dalam Komunikasi Kunci Membangun Hubungan Efektif di Era Modern

foto/istimewa

sekilas.co – Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang memiliki cara tersendiri dalam berbicara, menulis, dan berinteraksi dengan orang lain. Cara inilah yang disebut dengan communication style atau gaya komunikasi. Style dalam komunikasi mencerminkan bagaimana seseorang menyampaikan pesan, merespons lawan bicara, dan membangun hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Dalam era modern yang serba cepat dan penuh interaksi digital seperti sekarang, memahami gaya komunikasi menjadi hal penting agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan tepat tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Baik dalam dunia kerja, pendidikan, maupun kehidupan sosial, kemampuan menyesuaikan gaya komunikasi adalah kunci sukses berinteraksi dengan siapa pun.

Secara sederhana, communication style adalah cara khas seseorang dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal. Gaya ini meliputi pilihan kata, intonasi suara, bahasa tubuh, ekspresi wajah, serta cara mendengarkan orang lain. Setiap individu memiliki gaya komunikasi yang berbeda karena dipengaruhi oleh kepribadian, budaya, pengalaman, dan lingkungan sosial. Misalnya, seseorang yang tumbuh di lingkungan terbuka mungkin terbiasa berbicara lugas dan langsung, sementara yang berasal dari budaya sopan santun tinggi cenderung berbicara halus dan berhati-hati. Gaya komunikasi ini bukan sekadar cara bicara, tetapi mencerminkan kepribadian dan nilai-nilai yang dipegang seseorang dalam berinteraksi.

Baca juga:

Secara umum, para ahli membagi gaya komunikasi menjadi empat jenis utama, yaitu pasif, agresif, pasif-agresif, dan asertif.

Gaya pasif cenderung menghindari konfrontasi dan sering menahan pendapat sendiri demi menjaga kedamaian.

Gaya agresif sebaliknya, bersifat dominan dan sering menekan lawan bicara agar mengikuti kehendaknya.

Gaya pasif-agresif merupakan perpaduan antara keduanya: seseorang tampak tenang di luar, tetapi menunjukkan ketidaksenangan melalui sindiran atau perilaku tidak langsung.

Sementara itu, gaya asertif dianggap paling efektif karena menekankan kejujuran, empati, dan penghargaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Orang yang berkomunikasi secara asertif mampu menyampaikan pendapat tanpa menyinggung pihak lain.

Memahami perbedaan gaya komunikasi ini membantu seseorang menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, baik di tempat kerja, rumah, maupun lingkungan sosial.

Banyak faktor yang memengaruhi terbentuknya gaya komunikasi seseorang. Faktor kepribadian menjadi yang paling dominan  orang ekstrovert cenderung ekspresif dan terbuka, sementara introvert lebih berhati-hati dan selektif dalam berbicara. Selain itu, budaya dan latar belakang keluarga juga memainkan peran penting. Misalnya, dalam budaya Asia yang menjunjung tinggi kesopanan, gaya komunikasi yang halus dan tidak langsung sering dianggap lebih sopan. Sedangkan di budaya Barat, gaya komunikasi yang lugas dan terbuka dinilai lebih jujur dan efisien. Faktor lain seperti pendidikan, lingkungan kerja, dan pengalaman hidup juga turut membentuk bagaimana seseorang berkomunikasi. Dengan memahami faktor-faktor ini, kita bisa lebih peka terhadap perbedaan gaya komunikasi antarindividu.

Dalam konteks dunia kerja, gaya komunikasi menjadi salah satu keterampilan paling penting yang menentukan kesuksesan profesional seseorang. Pemimpin yang memiliki gaya komunikasi efektif mampu menginspirasi, memotivasi, dan membangun kepercayaan dalam timnya. Begitu juga dalam negosiasi bisnis, cara menyampaikan pesan dapat menentukan apakah kesepakatan akan tercapai atau gagal. Seorang karyawan dengan gaya komunikasi yang asertif akan lebih mudah menyampaikan ide, memberikan masukan, atau menolak permintaan yang tidak sesuai tanpa menimbulkan konflik. Sebaliknya, gaya komunikasi yang agresif atau pasif justru bisa menciptakan kesalahpahaman dan menurunkan produktivitas kerja. Oleh karena itu, memahami dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai situasi profesional menjadi keterampilan yang sangat berharga di era modern.

Perkembangan teknologi dan media sosial telah mengubah cara manusia berinteraksi. Kini, komunikasi tidak hanya dilakukan secara tatap muka, tetapi juga melalui pesan teks, email, atau media sosial. Dalam komunikasi digital, gaya komunikasi menjadi lebih ringkas, cepat, dan sering kali informal. Namun, tantangannya adalah makna emosional sulit tersampaikan secara utuh karena hilangnya elemen nonverbal seperti intonasi dan ekspresi wajah. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dan memilih kata dengan hati-hati agar pesan tidak disalahartikan. Misalnya, penggunaan emoji atau tanda baca bisa membantu memperjelas maksud pesan. Meskipun gaya komunikasi digital memudahkan hubungan lintas jarak dan waktu, kemampuan membaca situasi dan menjaga etika tetap menjadi aspek utama agar komunikasi berjalan efektif dan profesional.

Setiap situasi membutuhkan pendekatan komunikasi yang berbeda. Agar pesan tersampaikan dengan baik, seseorang perlu menyesuaikan gaya komunikasinya dengan karakter lawan bicara. Beberapa cara efektif meliputi: mendengarkan secara aktif, memperhatikan bahasa tubuh, menjaga kontak mata, serta menyesuaikan intonasi dan tempo bicara. Selain itu, penting untuk memahami kapan harus berbicara tegas dan kapan harus menahan diri. Dalam tim kerja, misalnya, gaya komunikasi yang kolaboratif dan terbuka lebih efektif daripada gaya yang dominan. Sementara dalam presentasi publik, gaya percaya diri dan bersemangat akan lebih menarik perhatian audiens. Kemampuan beradaptasi seperti ini menunjukkan kecerdasan emosional seseorang dalam berkomunikasi, yang menjadi modal utama dalam membangun hubungan positif dengan siapa pun.

Salah satu kesalahan umum dalam komunikasi adalah tidak memahami gaya lawan bicara. Banyak orang lebih fokus pada apa yang ingin mereka sampaikan daripada bagaimana pesan itu diterima. Akibatnya, pesan yang sebenarnya baik bisa disalahartikan. Kesalahan lainnya termasuk berbicara terlalu cepat, tidak mendengarkan, atau menggunakan bahasa yang tidak sesuai konteks. Untuk menghindarinya, penting untuk memperhatikan reaksi lawan bicara, menggunakan bahasa yang sopan, dan bersikap terbuka terhadap masukan. Dalam komunikasi digital, hindari penggunaan kata-kata ambigu atau nada sarkastik yang bisa disalahpahami. Komunikasi yang baik bukan hanya soal berbicara, tetapi juga soal bagaimana kita memahami dan merespons orang lain dengan penuh empati dan kesadaran.

Pada akhirnya, style dalam komunikasi bukan hanya tentang cara berbicara, tetapi tentang bagaimana seseorang mampu membangun hubungan, memahami emosi, dan menciptakan kepercayaan. Dalam dunia yang semakin terhubung dan beragam, kemampuan menyesuaikan gaya komunikasi menjadi keahlian penting yang menentukan keberhasilan seseorang, baik secara pribadi maupun profesional. Gaya komunikasi yang asertif, empatik, dan adaptif akan membantu menciptakan suasana yang harmonis, meminimalkan konflik, serta memperkuat kerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Jadi, jika ingin sukses berinteraksi di era modern ini, mulailah dengan mengenali gaya komunikasimu sendiri dan belajar memahami gaya orang lain. Karena komunikasi yang baik bukan hanya tentang berbicara, tapi tentang menghubungkan hati, pikiran, dan makna di antara manusia.

Artikel Terkait