Beauty adalah Definisi Pribadi Saat Standar Kecantikan Tidak Lagi Universal

foto/istimewa

Sekilas.co – Di tengah gempuran citra  sempurna dari media sosial dan industri kecantikan, muncul kesadaran baru di kalangan masyarakat: kecantikan bukan lagi sesuatu yang bisa diseragamkan. Beauty adalah definisi pribadi menjadi gagasan yang makin diperjuangkan oleh berbagai komunitas, publik figur, hingga para ahli psikologi.

Fenomena ini menandai pergeseran besar dalam cara orang melihat kecantikan. Dahulu, kulit putih, tubuh langsing, dan wajah tirus dianggap sebagai standar ideal. Namun kini, makin banyak orang yang menolak standar tunggal tersebut dan mulai merayakan keberagaman bentuk tubuh, warna kulit, serta karakter unik tiap individu.

Baca juga:

Setiap orang berhak mendefinisikan sendiri apa itu cantik atau menarik bagi dirinya, ujar Dr. Intan Marcellina, psikolog klinis dari Jakarta. Ia menyebut bahwa definisi personal terhadap beauty berkaitan erat dengan kesehatan mental dan penerimaan diri.  Ketika seseorang merasa cukup dan nyaman dengan dirinya sendiri, di situlah letak kecantikan yang sebenarnya, tambahnya.

Tren ini juga terlihat dalam kampanye berbagai merek kecantikan yang mulai mengusung nilai inklusivitas. Produk kosmetik kini hadir dalam lebih banyak pilihan warna kulit, bentuk kemasan yang ramah disabilitas, hingga promosi yang menampilkan model dari berbagai latar belakang. Pesan utamanya jelas beauty belongs to everyone.

Media sosial, meski sering dianggap biang keladi standar kecantikan palsu, juga berperan dalam menyebarkan narasi baru ini. Hashtag seperti  MyBeautyMyStandard,  RealBeauty, dan  BodyNeutrality semakin populer dan menjadi ruang bagi individu untuk menunjukkan kecantikan mereka tanpa harus memenuhi ekspektasi tertentu.

Sementara itu, sejumlah selebritas dan influencer juga turut mendobrak stereotip lama. Mereka secara terbuka menunjukkan stretch mark, jerawat, kulit gelap, atau tubuh berisi sebagai bentuk nyata dari self love. Upaya ini dinilai penting untuk mendorong generasi muda agar lebih percaya diri dan tidak terus-menerus membandingkan diri dengan standar tak realistis.

Namun perjuangan untuk mengubah paradigma belum sepenuhnya selesai. Masih banyak tekanan sosial, terutama di lingkungan kerja dan pergaulan, yang menjadikan penampilan sebagai tolak ukur nilai seseorang. Di sinilah pentingnya edukasi berkelanjutan tentang kecantikan yang sehat dan inklusif.

Pada akhirnya, beauty adalah cerminan dari cara seseorang memperlakukan dan menghargai dirinya sendiri. Lebih dari sekadar wajah atau tubuh, kecantikan yang sesungguhnya terletak pada keberanian untuk menjadi diri sendiri dan menghormati perbedaan.

Artikel Terkait