Sekilas.co – Di tengah dunia yang serba cepat, di mana standar kecantikan sering kali ditentukan oleh media sosial dan tren visual, muncul gerakan baru yang justru mengajak masyarakat untuk melihat beauty dalam hal hal sederhana. Dari senyum tulus orang asing di pagi hari, hingga aroma kopi yang mengepul di teras rumah, keindahan kini tidak lagi bergantung pada kemewahan atau kemegahan.
Tren ini terlihat dari meningkatnya konten bertema slow living dan mindfulness yang viral di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Banyak kreator kini membagikan momen-momen harian yang biasa seperti menanam bunga, mencuci piring sambil mendengarkan musik, atau menikmati hujan dari jendela kamar yang justru mampu menyentuh emosi jutaan penonton.
Menurut psikolog klinis dr. Nia Karina, kecantikan dalam kesederhanaan berkaitan erat dengan kondisi psikologis manusia yang haus akan ketenangan. Dalam dunia yang penuh tekanan dan ekspektasi, melihat hal kecil sebagai sesuatu yang indah membantu otak kita untuk merasa aman dan damai, ujarnya. Ia menambahkan bahwa praktik ini juga dapat menurunkan stres dan meningkatkan rasa syukur.
Fenomena ini juga menjadi pengingat bahwa beauty tidak selalu harus terlihat atau dipoles. Contohnya, tangan ibu yang keriput saat menghidangkan makanan favorit, atau langkah kaki seorang anak kecil yang belajar berjalan semua itu menyimpan makna mendalam yang tidak bisa dibeli. Keindahan ini bersifat emosional, bukan sekadar visual.
Salah satu warga Jakarta, Rani (29), mengaku mulai mengurangi waktu di media sosial dan lebih memilih mengabadikan momen kecil dalam hidupnya. “Dulu saya pikir kecantikan itu soal make up dan pencahayaan bagus. Tapi sekarang, saya merasa paling bahagia saat menatap langit pagi sambil minum teh hangat, ujarnya.
Gerakan mencintai hal-hal sederhana ini juga mulai diadopsi oleh industri lifestyle dan kecantikan. Produk-produk natural, konsep rumah minimalis, dan kampanye kecantikan alami menjadi bukti bahwa konsumen kini lebih mencari kedamaian, bukan sekadar penampilan luar. Brand besar pun mulai mengubah narasi mereka dari glamor menjadi genuine.
Sosiolog budaya, Prof. Ardi Santoso, menilai perubahan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial modern. Kita mulai lelah dengan pencitraan. Orang kini ingin kembali pada hal yang nyata yang sederhana tapi bermakna, tuturnya. Ia menyebut tren ini sebagai bagian dari transformasi budaya kontemporer yang lebih peduli pada kesehatan mental.
Keindahan dalam hal-hal sederhana bukan hanya sebuah tren sementara, tetapi cerminan dari kebutuhan manusia untuk kembali ke esensi hidup. Dalam senyum tanpa alasan, sentuhan kecil, atau waktu sunyi, kita menemukan beauty yang paling jujur dan mungkin, paling dibutuhkan saat ini.





