Sekilas.co – Penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses layanan kesehatan yang layak dan inklusif. Padahal, kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik. Tantangan ini mencakup keterbatasan fasilitas, minimnya tenaga medis terlatih, hingga kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kebutuhan disabilitas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lebih dari 22 juta penyandang disabilitas di Indonesia pada tahun 2023. Namun, sebagian besar dari mereka belum mendapatkan layanan kesehatan yang setara. Banyak fasilitas kesehatan, terutama di daerah terpencil, belum memiliki aksesibilitas yang memadai, seperti jalur kursi roda, alat bantu komunikasi, atau tenaga medis yang memahami kebutuhan spesifik pasien disabilitas.
Masih banyak rumah sakit yang tidak ramah disabilitas. Padahal, kami membutuhkan layanan kesehatan yang mudah dijangkau, aman, dan menghormati martabat kami, ujar Rini, seorang penyandang tuna daksa asal Bekasi. Ia menambahkan bahwa sering kali tenaga medis kurang memahami cara berkomunikasi atau menangani pasien dengan kebutuhan khusus.
Selain keterbatasan infrastruktur, penyandang disabilitas juga menghadapi stigma sosial dan diskriminasi yang menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan. Minimnya sosialisasi dan pelatihan bagi tenaga kesehatan menyebabkan kurangnya empati dan pendekatan yang tepat dalam memberikan layanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga kondisi mental penyandang disabilitas.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial telah berupaya memperbaiki layanan kesehatan inklusif, termasuk dengan menghadirkan program seperti pendampingan disabilitas, pelatihan tenaga medis, serta pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas. Namun, implementasi di lapangan masih berjalan lambat dan belum merata.
Aktivis disabilitas menekankan bahwa pendekatan terhadap kesehatan disabilitas tidak bisa bersifat umum. Setiap jenis disabilitas memerlukan perhatian khusus, mulai dari akses fisik, komunikasi yang efektif, hingga layanan rehabilitasi berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, rumah sakit, komunitas disabilitas, dan swasta sangat diperlukan untuk mempercepat perubahan.
Pendidikan dan pelatihan bagi keluarga penyandang disabilitas juga menjadi bagian penting dari sistem dukungan. Dengan pemahaman yang baik, keluarga dapat menjadi penghubung antara pasien dan layanan kesehatan, serta mendeteksi masalah sejak dini agar penanganan lebih cepat dan efektif.
Menjamin kesehatan penyandang disabilitas bukan hanya soal membangun fasilitas, tetapi juga menciptakan sistem yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan kebijakan yang tepat dan pelibatan semua pihak, Indonesia dapat menciptakan layanan kesehatan yang tidak meninggalkan siapa pun termasuk mereka yang hidup dengan disabilitas.





