Skincare Mahal Antara Gengsi Manfaat dan Realita Konsumen Modern

Foto/Ilustrasi/unsplash.com/ Pablo Hernández

Fenomena skincare mahal kini semakin menjamur di kalangan masyarakat urban. Dari rak butik kecantikan di pusat perbelanjaan mewah hingga postingan influencer di media sosial, produk perawatan kulit berharga jutaan rupiah menjadi simbol gaya hidup baru. Konsumen rela mengeluarkan dana besar demi sebotol serum atau krim wajah yang diklaim mampu memperlambat penuaan dan memberi efek kulit bercahaya. Tren ini memunculkan pertanyaan: apakah harga mahal benar-benar sebanding dengan manfaat yang diberikan?

Para pakar dermatologi menilai, harga tinggi sebuah produk skincare tidak selalu menjadi jaminan kualitas. Kandungan bahan aktif, teknologi pembuatan, dan riset yang mendukungnya memang dapat memengaruhi harga, tetapi banyak produk dengan harga menengah juga menawarkan komposisi serupa. Namun, branding dan citra eksklusif sering menjadi faktor utama yang membuat harga skincare melambung tinggi. Hal inilah yang membuat skincare mahal lebih dekat dengan status sosial ketimbang sekadar kebutuhan perawatan kulit.

Baca juga:

Di Jakarta, misalnya, sejumlah brand internasional meluncurkan produk skincare dengan harga mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 10 juta per item. Produk tersebut tidak hanya menjanjikan hasil kulit sehat, tetapi juga menjual pengalaman mewah melalui kemasan elegan, pelayanan butik premium, hingga konsultasi personal. Strategi ini terbukti ampuh menarik konsumen kelas menengah ke atas yang menganggap skincare mahal sebagai investasi jangka panjang untuk penampilan mereka.

Fenomena ini turut didorong oleh peran media sosial. Influencer dan selebritas kerap memamerkan rutinitas skincare mereka dengan rangkaian produk high end, yang secara tidak langsung menciptakan standar kecantikan baru. Konsumen, terutama generasi muda, merasa terdorong untuk mengikuti tren tersebut agar tidak ketinggalan arus gaya hidup modern. Akibatnya, skincare mahal bukan hanya tentang hasil, melainkan juga tentang citra diri dan validasi sosial.

Meski demikian, sejumlah konsumen mulai kritis dalam menyikapi tren ini. Beberapa dari mereka menyadari bahwa hasil skincare lebih dipengaruhi oleh konsistensi pemakaian dan gaya hidup sehat dibandingkan harga produk itu sendiri. “Saya pernah mencoba serum seharga Rp 3 juta, tetapi hasilnya tidak jauh berbeda dengan serum lokal Rp 300 ribuan,” ungkap seorang konsumen yang diwawancarai di sebuah klinik kecantikan. Pernyataan ini menunjukkan adanya kesadaran baru bahwa kualitas tidak selalu berbanding lurus dengan harga.

Sementara itu, industri kecantikan lokal terus berkembang dan menghadirkan produk dengan bahan berkualitas tinggi namun lebih terjangkau. Produk skincare buatan Indonesia mulai dilirik karena inovasinya yang memanfaatkan bahan alami khas nusantara, seperti ekstrak teh hijau, beras, hingga rempah rempah. Keberadaan produk lokal ini menantang dominasi brand internasional, sekaligus menawarkan alternatif lebih realistis bagi konsumen yang ingin mendapatkan kulit sehat tanpa harus menguras dompet.

Meski begitu, bagi sebagian orang, membeli skincare mahal tetap dianggap sebagai bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Sensasi menggunakan produk eksklusif dengan label internasional memberi kepuasan emosional yang tidak bisa diukur hanya dari hasil pada kulit. Hal ini membuat skincare mahal tak hanya dilihat dari segi fungsi, tetapi juga sebagai bagian dari psikologi konsumsi. “Kadang, rasanya lebih percaya diri kalau pakai produk high end,” kata seorang eksekutif muda.

Pada akhirnya, fenomena skincare mahal mencerminkan dinamika gaya hidup masyarakat modern. Produk berharga fantastis ini memang menawarkan pengalaman mewah, tetapi bukan satu satunya jalan menuju kulit sehat. Pilihan kembali kepada konsumen: apakah mereka membeli karena kebutuhan kulit, atau sekadar mengikuti tren dan gengsi sosial. Yang jelas, kesadaran kritis dalam memilih skincare baik mahal maupun terjangkau menjadi kunci untuk mendapatkan hasil yang benar benar bermanfaat tanpa mengorbankan keuangan pribadi.

Artikel Terkait