Style sebagai Bentuk Otentisitas Diri Menemukan Jati Diri Lewat Gaya yang Tulus dan Unik

foto/istimewa

sekilas.coDalam dunia yang serba cepat dan penuh tren seperti sekarang, gaya atau style sering dianggap sekadar penampilan luar sesuatu yang bisa diubah sesuai musim, media sosial, atau opini publik. Namun, di balik permukaannya yang estetis, style sebenarnya jauh lebih mendalam. Ia bukan hanya soal pakaian atau riasan, melainkan tentang bagaimana seseorang mengekspresikan jati dirinya. Style yang sejati adalah bentuk otentisitas diri cara seseorang menunjukkan siapa dirinya tanpa perlu banyak bicara. Melalui gaya yang unik dan konsisten, seseorang dapat mengomunikasikan nilai, emosi, dan identitas pribadinya kepada dunia.

Otentisitas dalam gaya bukan berarti harus menolak semua tren atau perubahan, melainkan mampu memilih apa yang benar-benar mencerminkan diri sendiri di antara banyaknya pilihan yang ditawarkan dunia luar. Setiap individu memiliki perjalanan personal dalam menemukan gayanya masing-masing. Ada yang terinspirasi dari budaya, masa kecil, atau pengalaman hidup tertentu. Dengan memahami siapa diri kita dan apa yang membuat kita nyaman, maka gaya yang kita tampilkan akan terasa lebih tulus dan alami. Dalam hal ini, style bukan lagi sekadar tentang  apa yang dipakai , tetapi tentang  mengapa kita memilih untuk memakainya.

Baca juga:

Kekuatan style terletak pada kemampuannya mencerminkan kepribadian tanpa perlu penjelasan verbal. Gaya berpakaian, cara berbicara, hingga cara seseorang berinteraksi bisa menjadi cerminan karakter dalam dirinya. Misalnya, seseorang dengan gaya minimalis mungkin menunjukkan pribadi yang tenang, rasional, dan menghargai kesederhanaan. Sementara orang dengan gaya eklektik atau berani bereksperimen menampilkan sosok yang terbuka terhadap kebaruan dan kreatif secara alami. Inilah mengapa style sering disebut sebagai bahasa visual dari kepribadian ia berbicara tanpa kata, tetapi tetap mampu meninggalkan kesan yang kuat.

Di era digital, tantangan terbesar dalam menjaga otentisitas gaya adalah tekanan sosial yang muncul dari media. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest mendorong kita untuk tampil sempurna atau mengikuti gaya tertentu yang sedang populer. Akibatnya, banyak orang kehilangan arah dalam mencari gaya personalnya karena terlalu sibuk meniru. Padahal, style sejati tidak muncul dari imitasi, tetapi dari eksplorasi dan keberanian untuk tampil berbeda. Ketika seseorang berani memilih pakaian, warna, atau gaya yang benar-benar mencerminkan dirinya, maka ia sedang menegaskan identitas dan menghormati keunikan pribadinya di tengah arus konformitas.

Menemukan style otentik membutuhkan proses introspeksi dan keberanian untuk jujur terhadap diri sendiri. Tidak semua orang bisa langsung menemukan gayanya dalam waktu singkat. Kadang perlu melalui fase mencoba berbagai hal mulai dari fashion, makeup, gaya rambut, hingga perilaku sebelum akhirnya menemukan yang paling sesuai dengan kepribadian. Proses ini sama seperti perjalanan mengenal diri ada masa-masa tidak yakin, ada fase bereksperimen, hingga akhirnya muncul rasa percaya diri terhadap apa yang paling  kita banget. Inilah tahap penting dalam membangun personal branding yang kuat, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.

Selain sebagai ekspresi diri, style juga bisa menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan dan norma sosial yang sempit. Ketika seseorang memilih untuk tampil sesuai dengan dirinya tanpa memedulikan penilaian orang lain, ia sedang mempraktikkan kebebasan personal yang autentik. Dalam konteks ini, style menjadi bentuk keberanian sosial. Contohnya, banyak figur publik yang mengubah persepsi masyarakat tentang kecantikan atau maskulinitas melalui gaya berpakaian yang non-konvensional. Mereka menunjukkan bahwa style tidak punya batasan gender, warna kulit, atau bentuk tubuh. Pesan yang disampaikan jelas keindahan sejati datang dari keaslian diri, bukan dari upaya untuk menjadi orang lain.

Lebih dari sekadar tampilan, style juga memengaruhi cara seseorang memandang dan menghargai dirinya sendiri. Saat kita mengenakan sesuatu yang terasa  benar dan selaras dengan identitas kita, rasa percaya diri meningkat secara alami. Gaya yang otentik memberikan energi positif karena kita tidak sedang memerankan peran orang lain. Banyak penelitian psikologi sosial membuktikan bahwa personal style berperan besar dalam membangun citra diri, kesejahteraan emosional, bahkan produktivitas. Ketika kita merasa nyaman dengan cara kita mengekspresikan diri, hubungan dengan orang lain pun menjadi lebih tulus, tanpa topeng atau kepura-puraan.

Pada akhirnya, style sebagai bentuk otentisitas diri bukan hanya tentang pakaian yang kita kenakan, tetapi tentang bagaimana kita memilih untuk hadir di dunia ini. Ia adalah refleksi dari nilai-nilai, pengalaman, dan cara kita memandang hidup. Gaya yang autentik tidak perlu selalu sempurna di mata orang lain; yang terpenting adalah ia membuat kita merasa jujur terhadap diri sendiri. Seiring waktu, gaya ini akan berkembang seiring pertumbuhan pribadi, namun esensinya tetap sama menjadi cerminan dari siapa kita sebenarnya. Karena pada akhirnya, seperti kata Coco Chanel,  Fashion fades, only style remains the same. Gaya sejati tidak akan lekang oleh waktu karena ia lahir dari keaslian yang tidak bisa ditiru.

Menemukan dan mempertahankan style otentik adalah perjalanan panjang menuju kepercayaan diri dan kedewasaan diri. Ia menuntut kejujuran, keberanian, dan rasa bangga terhadap siapa kita sebenarnya. Di tengah dunia yang dipenuhi tren cepat dan ekspektasi sosial, tampil dengan gaya yang benar-benar mencerminkan diri adalah bentuk kekuatan dan kebebasan. Style yang sejati bukan sekadar penampilan luar, melainkan manifestasi dari jati diri yang sadar, bebas, dan autentik. Dengan mengenal diri dan mengekspresikannya lewat gaya, kita sedang menegaskan bahwa menjadi diri sendiri adalah bentuk keindahan paling murni yang bisa dimiliki manusia.

Artikel Terkait